Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim, jadikan anak-anakku “Afifah Thahirah As Sundus, Muhammad Sayyid Al-Fattah, Muhammad Ayyasy Al Ghaniy, dan Aisyah Ghufairah Az Zahra” anak-anak yang bersifat Siddiq, Amanah, Fathonah, dan Tabligh. Ya Allah Ya Zaljalaliwal Ikroom, jadikan keempat amanah yang Engkau titipkan kepadaku ini para putra-putri yang sukses dan pemimpin pada masanya nanti amiin

KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DALAM PERSPEKTIF AL QURAN

Latar Belakang Masalah


Kepemimpinan merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah organisasi. Hal ini dapat dilihat pada kenyataannya ketika seorang pemimpin telah menjalankan tugasnya mengatur organisasinya dengan baik maka organisasi tersebut akan berjalan dengan baik pula. Bagitu pulan halnya dengan kepala sekolah, ia merupakan pimpinan tertinggi di sebuah lembaga pendidikan (sekolah), terhadap lembaganya ia bertanggung jawab sebagai pemikir, perencana dan sekaligus sebagai pelaksana manajemen kelembagaannya.
Pada sekolah yang menerapkan MBS, kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif atau prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah.
Kepala sekolah yang efektif adalah jika kebijakan perubahan yang dibuat dapat diimplementasikan dengan lancar. Pendapat ini di didukung dengan apa yang dikemukakan oleh DeRoche (1987) memberikan ciri sekolah efektif adalah bila kepala sekolah aktif mengatasi dan menyelesaikan masalah pengajaran dan pembelajaran, mengobservasi kelas, kepala sekolah dan staf pengajar memiliki harapan yang tinggi terhadap siswa. Sementara Goldhammer dan Becker (Sergiovanni, dkk. 1987:30) mengemukakan bahwa dalam kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dapat ditemukan ciri-ciri sebagai berikut:
(1)  secara umum pada mulanya hanya ingin mengajar dan tidak ingin menjadi kepala sekolah, tetapi kemudian mendapat dorongan dari para seniornya untuk menjadi kepala sekolah, (2) memiliki komitmen yang kuat terhadap pendidikan, (3) agresif dalam mengupayakan kebutuhan-kebutuhan sekolah, (4) sangat antusias dan menerima tanggung jawab sebagai misi bukan sebagai pekerjaan (job), (5) memiliki sifat sebagai ahli strategi (strategist), (6) mampu beradaptasi dengan baik, (7) memiliki kemampuan bekerja sama dengan orang lain, dan (8) menekankan tanggung jawabnya terhadap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi para muridnya.
Melihat betapa penting kualitas kepemimpin yang harus dimiliki oleh kepala sekolah dalam mewujudkan tujuan sekolah, maka seharusnya kepala sekolah meningkatkan  kemampuan leadershipnya, agar sanggup mengadakan hubungan yang baik dengan segenap warga di sekolah, sehingga tujuan sekolah dan tujuan pendidikan berhasil dicapai sesuai dengan yang diharapkan bersama. Dalam Islam, sangat banyak sekali dibahas tentang kepemimpinan ini. Tidak sedikit ayat al-Qur’an dan Hadits yang membincang akan pentingnya kepemimpinan dalam sebuah komunitas. Beberapa istilah al-Quran yang terkait dengan kepemimpinan antara lain, khalifah (khilafah), imam (imamah) dan uli al-Amri. Disamping itu disebutkan juga prinsip-prinsip kepemimpinan, yang mana prinsip tersebut harus dimilki oleh seorang pemimpin walaupun tidak secara totalitas. Untuk itulah, penulis merasa penting untuk mengaplikasikan teori-teori kepemimpinan yang terdapat di dalam alQur’an tersebut dalam kaitannya dengan kepemimpinan kepala sekolah di lembaga pendidikan yang dipimpinnya.

Rumusan Masalah
1.        Apa sajakah Lingkup Kepemimpinan yang Harus dipahami?
2.        Apa Hakikatnya Kepala Sekolah?
3.        Bagaimana Konsep Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Perspektif Al-Qur’an?
4.        Bagaimana Prinsip-prinsip kepemimpinan dalam perspektif al-Qur’an?
5.        Bagaimana Sifat-sifat kepemimpinan dalam perspektif al-Qur’an?

Tujuan

Pembahasan Makalah ini bertujuan untuk menjelskan kembali konsep kepemimpinan kepala sekolah dan mengaitkannya dengan teori-teori kepemimpinan dalam ayat-ayat suci al-Qur’an.

A.      Ruang Lingkup Kepemimpinan yang Harus di Pahami

1.    Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk di dalamnya kewibawaaan, untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan yang dipimpinnya agar mereka mau dan dapat melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, penuh semangat, ada kegembiraan batin, serta tidak merasa terpaksa (Purwanto, 2003:26). Sementara kepemimpinan menurut Robert J. House dan Mary L. Baetz seperti yang dikutip oleh Ngalim Purwanto bahwa kepemimpinan terjadi di dalam kelompok dua orang atau lebih, dan pada umumnya melibatkan pemberian pengaruh terhadap tingkah laku anggota kelompok dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan-tujuan kelompok (Purwanto, 2003:27).
Jacobs & Jacques mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Gary Yukl, 1994:2) Sedangkan menurut Tannenbaum, Weschler & Massarik kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, yang dijalankan dalam suatu sistem situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapain satu tujuan atau beberapa tujuan tertentu (Ibid).
Dari beberapa pengertian di atas menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah suatu hal yang sangat penting dalam manajemen sekolah, oleh karena itu prilaku kepala sekolah harus dapat mendorong kinerja guru dengan menunjukkan rasa persahabatan dan kedekatan diantara sesama. Instrumen tingkah laku seperti itu hendaknya diwujudkan dan disosialisasikan dalam tugas dan peran guru sebagai individu dan kelompok, sehingga prilaku kepemimpinan yang positif dapat mendorong kolompok yang terlibat dalam lingkup pendidikan (sekolah) dapat bekerja sama dalam mewujudkan tujuan organisasi (Mulyasa, 2006:107).
  1. Syarat-Syarat Kepemimpinan
Kartini Kartono mengungkapkan bahwa kepamimpinan itu harus selalu di kaitkan dengan tiga hal pokok yaitu: (1) Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu, (2) Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, shingga orang mampu “membawa” atau mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pimpinan dan bersedia melakukakan perbuatan-perbuatan tertentu, (3) Kemampuan ialah segala daya, kemampuan, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan/ketrampilan teknis maupun sosial yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa (Kartono, 1998:28).
Ada beberapa syarat-syarat kepemimpinan yang harus ada dalam seorang pemimpin. Syarat-syarat tersebut merupakan hal yang pokok yang harus dimiliki seorang pemimpin agar dalam memimpin ia mempunyai kekuasaan dan wibawa sebagai seorang pemimpin. Menurut Stogdill dalam bukunya Personal Factor Associated with Leadership yang dikutip oleh Kartini Kartono dalam bukunya Pemimpin dan Kepemimpinan mengatakan bahwa pemimpin itu harus mempunyai kelebihan, yaitu:
(1)     Kapasitas meliputi: kecerdasan, kewaspadaan, kemampuan berbicara dan kemampuan menilai. (2) Ilmu pengetahuan yang luas (3) Tanggungjawab, mandiri, berinisiatif, tekun, ulet, percaya diri, agresif, dan punya hasrat untuk unggul. (3) Partisipasif aktif, memiliki sosialbilitas tinggi, mampu bergaul, kooperatif, atau suka bekerja sama, mudah menyesuaikan diri, punya rasa humor. (4) Status meliputi kedudukan sosial-ekonomi yang cukup tinggi, populer, tenar (Kartono, 1998:31).
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin seseorang terlebih dahulu harus mempunyai kecerdasan, tanggungjawab, serta mempunyai kedudukan sosial yang tinggi di dalam suatu masyarakat. Sedangkan menurut Jhon D. Millet  dalam bukunya Management In The Public Services, yang dikutip oleh Inu Kencana dalam bukunya Pengantar Ilmu Pemerintahan mengatakan bahwa seorang pemimpin harus mempunyai sifat-sifat kepemimpinan, yaitu: (a) Kemampuan untuk melihat organisasi secara keseluruhan, (b) Kemampuan untuk mendelegasikan wewenang, (c) Kemampuan untuk memerintahkan kesetiaan, (d) Kemampuan untuk membuat keputusan (Kencana, 1992).
Kesimpulan dari pendapat di atas bahwa untuk menjadi seorang pemimpin diperlukan kemampuan untuk melihat organisasi secara keseluruhan, bisa mendelegasikan wewenang, bisa membuat pengikutnya setia serta dapat membuat kepetusan yang tegas, cepat dan bijaksana.
  1. Sifat-Sifat Pemimpin
Penilaian sukses atau gagalnya pemimpin antara lain dilakukan dengan mengamati dan mencatat sifat-sifat dan kualitas perilakunya. Diantara para penganut teori sifat/kesifatan dari kepemimpinan (the traitist theory of leadership) adalah Ordway Tead. Menurut Ordway, ada sepuluh sifat-sifat kepemimpinan, yaitu: (1) Energi jasmaniah dan mental (Psysical and nervous energy), (2) Kesadaran akan tujuan dan arah (A sense of purpose and direction), (3) Antusiame (enthusiasm), (4) Keramahan(Friendliness), (5) kecintaan (affection), (6) Integritas (integrity), (7) Penguasaan teknis (technical mastery), (8) Ketegasan dalam mengambil keputusan (decisiveness), (9) Kecerdasan (intelligence), dan (10) Kepercayaan (faith) (Kartono, 1998:37-43).

  1. Tipe-Tipe Kepemimpinan
Menurut G. R. Terry, bahwa pendapatnya membagi tipe-tipe kepemimpinan menjadi 6 bagian, yaitu:
1)        Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership).
Dalam sistem kepemimpinan ini, segala sesuatu tindakan itu dilakukan dengan mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu dilakukan secara lisan atau langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin yang bersangkutan.
2)        Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal leadership).
Segala sesuatu kebijaksanaan yang dilaksanakan melalui bawahan-bawahan atau media non pribadi baik rencana atau perintah juga pengawasan.
3)        Tipe kepemimpinan otoriter (autoritotian leadership).
Pemimpin otoriter biasanya bekerja keras, sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat dan instruksi-instruksinya harus ditaati.
4)        Tipe kepemimpinan demokratis (democratis leadership).
Pemimpin yang demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang terlaksananya tujuan bersama. Agar setiap anggota turut bertanggung jawab, maka seluruh anggota ikut serta dalam segala kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usahan pencapaian tujuan.
5)        Tipe kepemimpinan paternalistis (paternalistis leadership).
Kepemimpinan ini dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat kebapakan dalam hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya adalah untuk melindungi dan untuk memberikan arah seperti halnya seorang bapak kepada anaknya.
6)        Tipe kepemimpinan menurut bakat (indogenious leadership).
Biasanya timbul dari kelompok orang-orang yang informal di mana mungkin mereka berlatih dengan adanya sistem kompetisi, sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari kelompok yang bersangkutan dan biasanya akan muncul pemimpin yang mempunyai kelemahan di antara yang ada dalam kelempok tersebut menurut bidang keahliannya di mana ia ikut berkecimpung.
Dari beberapa tipe kepemimpinan tersebut, masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Untuk penempatan tipe tersebut tergantung pada jenis organisasi yang akan di pimpin. Misalnya untuk organisasi kemiliteran diperlukan tipe kepemimpinan yang otoriter, sebab pada organisasi tersebut dibutuhkan kesatuan komando dalam pengambilan keputusan. Sehingga senang atau tidak senang, semua anggota organisasi didalamnya harus melaksanakan perintah dari atasan. Lain dengan seorang kepala sekolah sebagai pemimpin dia harus mengkolaborasi tipe-tipe kepemimpinan di atas yang akan disesuaikan dengan situasi kebijakan yang dilaksanakan. Guru bukanlah orang-orang yang bekerja atas komando, dan guru juga bukanlah personel yang tidak butuh dan mendengar komando. Dewan guru bekerja dengan intelektualitasnya, oleh karena itu seorang kepala sekolah sebagai pemimpin harus lebih mengutamakan faktor motivasi dalam kepemimpinannya, agar emosional dan kesadaran para guru tergugah dan bersemangat untuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Dalam hal mengendalikan para warga sekolah mungkin seorang kepala sekolah lebih cocok jika menerapkan tipe kepemimpinan demokratis, karena dengan tipe ini kepala sekolah menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang terlaksananya tujuan bersama. Agar setiap anggota turut bertanggung jawab, maka seluruh anggota ikut serta dalam segala kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga dalam usahan pencapaian tujuan.
Dalam hal kepemimpinan ini sesuai adat ketimuran (Indonesia), menurut Dr. Firdaus Basuni, M. Pd (dalam) penyampaian materi pembelajaran tentang lidership (kepemimpinan) kepada Maha Siswa Magister Manajemen Pendidikan Islam pada tanggal 24-10-2013 di PPs Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah Palembang, di samping tipe-tipe kepemimpinan di atas, beliau menyampaikan ada tipe kepemimpin KH. Dewantoro yang sangat cocok diterapkan dalam dunia organisasi termasuklah pada lembaga pendidikan.  
Dalam perjuangannya terhadap pendidikan bangsanya, Ki Hajar Dewantara mempunyai Semboyan yaitu tut wuri handayani (dari belakang seorang kepala sekolah harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara warga sekolah, kepala sekolah harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang kepala sekolah dan pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik). Semboyan ini sangat baik sekali diterapkan oleh kepala sekolah dalam kepemimpinannya. Tipe kepemimpinan ini menjadikan seorang pemimpin yang luwes, fleksibel dan tidak kaku, dimanapun dia berada ia dapat memberikan semangat, dapat membangkitkan cipta dan karsa serta dapat menjadi suri teladan yang baik bagi orang-orang yang dipimpinnya.

B.       Hakikat Kepala Sekolah
a.    Pengertian Kepala Sekolah
Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan sangat ditentukan oleh peran kepala sekolah sebagai seorang pemimpin, sebab kepala sekolah sebagai seorang pemimpin harus dapat membawa lembaga pendidikan yang dipimpinnya kepada pencapaian pendidikan yang telah ditetapkan. Kemampuan kepala sekolah melihat perubahan dalam dunia pendidikan, akan menjadikan kepala sekolah mampu dan sanggup mempertahankan lembaga pendidikan meskipun lembaga pendidikan dihadapkan pada globalisasi pendidikan.
Kata kepala sekolah berasal dari dua kata, kepala dan sekolah. Kata kepala dapat diartikan ketua atau pimpinan dalam suatu organisasi atau lembaga. Sekolah adalah sebuah lembaga pendidikan dimana menjadi tempat menerima dan memberikan pelajaran. Secara sederhana kepela sekolah dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses pembelajaran atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberikan pelajaran dan murid yang menerima pelajaran (Wahjosumidjo, 2002:83). Berdasarkan pengertian di atas kepala sekolah adalah tenaga fungsional guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses pembelajaran atau tempat dimana terjadinya proses interaksi antara guru yang memberikan pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Kepala sekolah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Seperti yang diungkapkan oleh E Mulyasa bahwa erat hubungannya antara kemampuan kepala sekolah dengan berbagai aspek kehidupan lingkungan sekolah, seperti kedisiplinan warga sekolah, iklim budaya sekolah dan menurunnya prilaku peserta didik di lingkungan sekolah, lebih banyak ditentukan oleh kinerja kepala sekolah. Oleh karena itu kepala sekolah bertangung jawab atas manajemen pendidikan secara makro, yang secara langsung berkaitan dengan proses pembelajaran di sekolah. Sebagaimana dikemukakan dalam pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun 1998 bahwa kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan pendidikan, administrasi sekolah dan pembinaan tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana (Mulyasa, 2005:24-25).
Agar sekolah menjadi efektif dan efesien, perlu sekali disadari dan dimengerti oleh semua kepela sekolah, bahwa perannya sebagai manajer pendidikan di tingkat sekolah adalah merupakan ujung tombak atau tolok ukur dalam keberhasilan pendidikan, oleh karena itu mereka harus mampu melaksanakan tugas kepemimpinan itu dalam memajukan dan mengendalikan laju sistem pendidikan, dalam hal ini sebuah sekolah yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin, kepala sekolah memerlukan pengetahuan dan keterampilan konseptual, mampu melihat organisasi secara keseluruhan, termasuk kemampuan melihat dengan jelas peranan organisasi dalam situasi pembangunan secara menyeluruh. Pemahaman tentang fungsi organisasi bergantung satu sama lain dan perubahan pada setiap bagian mempengaruhi semua bagian yang lain (Rohiat, 2008:14).
Artinya kepala sekolah tidak hanya bertanggung jawab terhadap kelancaran sekolah secara teknis akademis saja, melainkan semua kegiatan, situasi dan kondisi lingkungan sekolah dengan hubungannya pada lingkungan masyarakat sekitarnya merupakan bagian tanggung jawab kepala sekolah (Daryanto, 1998:80).

b.        Fungsi dan Tugas Kepala Sekolah

Kyte (1972) mengatakan bahwa seorang kepala sekolah mempunyai lima fugsi utama. Pertama bertanggung jawab atas keselamatan, kesejahteraan, dan perkembangan murid-murid yang ada di lingkungan sekolah. Kedua, bertanggungjawab atas keberhasilan dankesejahteraan profesi guru. Ketiga, berkewajiban memberikan layanan sepenuhnya yang berharga bagi murid-murid dan guru-guru yang mungkin dilakukan melalui pengawasan resmi yang lain. Keempat, bertanggung jawab mendapatkan bantuan maksimal dari semua institusi pembantu. Kelima, bertanggungjawab untuk mempromosikan murid-murid terbaik melalui berbagai cara. Kepala sekolah adalah seorang pemimpin, di dalam Islam disebut Khalifah, dan khalifah adalah orang yang diserahi amanat dan tanggung jawab sebagai pemimpin oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah:


Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS Al-Baqarah (2) : 30)


Dalam ayat itu difirmankan oleh Allah SWT. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Kalimat tersebut mengisyaratkan bahwa Allah akan menjadikan Khlaifah (pemimpin) diantara ummat manusia. Allah akan memilih ummatnya yang akan diberikan amanat untuk menjadi pemimpin dalam berbagai hal, atau berbagai lingkungan. Kepala sekolah adalah bagian dari  contoh kepemimpinan itu, berarti ia adalah seorang khalifah yang telah diberikan amanat oleh Allah untuk menjadi pemimpin di lembaga pendidikan. Kepemimpinan tersebut harus dijaga dan dipertanggung jawabkan oleh seseorang yang telah diberikan amanat sebagai kepala sekolah tersebut.
M. Daryanto at.al dalam bukunya Administasi Pendidikan menyebutkan bahwa fungsi kepala sekolah adalah: 1). Perumus tujuan kerja dan pembuat kebijaksanaan (policy) sekolah, 2). Pengatur tata kerja (mengorganisasi) sekolah, yang mencakup hal-hal berikut: (a) mengatur pembagiantugas dan wewenang, (b) mengatur petugas pelaksana, (c) menyelenggarakan kegiatan (mengkoordinasi), 3). Pensupervisi kegiatan sekolah, meliputi: (a) Mengatur kelancaran kegiatan, (b) mengarahkan pelaksanaan kegiatan, (c). mengevaluasi pelaksaanaan kegiatan, (d) membimbing dan meningkatkan kemampuan pelaksana (Daryanto at.al, 2001:81). Selanjutnya seorang kepala sekolah juga harus memahami tugas poko dan fungsi kepala sekolah sebagai berikut:

(1). Perencana sekolah dalam arti menetapkan arah sekolah sebagai lembaga pendidikan dengan cara merumuskan visi, misi, tujuan, dan strategi pencapaian, (2). Mengorganisasikan sekolah dalam arti mebuat struktur organiasasi (structuring), menetapkan staff (staffing) dan menetapkan tugas dan fungsi masing-masing staff (functionalizinng), (3). Menggerakkan staf dalam arti memotivasi staf melalui internal marketing dan member contoh external marketing, (4). Mangawasi dalam arti melakukan supervisi, mengendalikan, dan membimbing semua staf dan warga sekolah.5. Mengevaluasi proses dan hasil pendidikan untuk dijadikan dasar peningkatan dan pertumbuhan kualitas, serta melakukan problem solving baik secara analitis sistematis maupun pemecahan masalah secara kreatif, dan menghindarkan serta menanggulangi konflik (Suderadjat, 2004:112).

Sebagai adamisnistrator, kepala sekolah mengandung mengatur dan membenahi administrasi, dan sebagai pimpinan sekolah mengandung, kepala sekolah bertugas dan berfungsi menggerakkan dan mempengaruhi guru-guru dan staf sekolah untuk bekerja dan menjalankan tugas masing-masing dengan baik. Manajer sekolah, mengandung makna sebagai kepala sekolah bertugas melaksanakan seluruh proses dan mengoperasikan keseluruhan aktivitas institusinya (Sudarwan, 2003:57).
Pada dasarnya tugas kepala sekolah itu sangat luas dan kompleks. Rutinitas kepala sekolah menyangkut serangkaian pertemuan interpersonal secara berkelanjutan dengan murid, guru dan orang tua, atasan dan pihak-pihak terkait lainnya. Bllimberg (1987) membagi tugas kepala sekolah sebagai berikut: (1) Menjaga agar segala program sekolah berjalan sedamai mungkin (as peaceful as possible); (2) Menangani konflik atau menghindarinya; (3) Memulihkan kerjasama; (4) Membina para staf dan murid; (5) Mengembangkan organisasi; (6) Mengimplementasi ide-ide pendidikan.
Untuk memenuhi tugas-tugas di atas, dalam segala hal hendaknya kepala sekolah berpegangan kepada teori-teori sebagai pembimbing tindakannya. Teori ini didasarkan pada pengalamannya, karakteristik normatif masyarakat dan sekolah, serta iklim instruksional dan organisasi sekolah, agar dapat menjadi kepala sekolah yang profesional. Sellis mengemukakan bahwa dalam kaitan peningkatan kinerja tenaga kependidikan, dan kualitas sekolah, maka kepala sekolah profesional adalah:

(1). Mempunyai visi atau daya pandang yang mendalam tentang mutu yang terpadu bagi lembaganya maupun bagi tenaga kependidikan dan peserta didik yang ada di sekolah. (2). Mempunyai komitmen yang jelas pada program peningkatan kualiatas. (3). Mengkomunikasi pesan yang berkaitan dengan kualitas. (4). Menjaminkan kebutuhan peserta didik sebagai perhatian kegiatan dan kebijakansekolah. (5). Menyakinakn terhadap para pelanggan (peserta didik, oranng tua, mayarakat,) behwaterdapat “channel” cocok untuk meyampaiakan harapan dan keinginan (6). Pemimpin mendukung pengembangan tenaga kependidikan.(7). Tidak menyalahkan pihak lain jika ada masalah yang muncul tanpa dilandasi buktiyang kuat. (8). Pemimpin melakukan inovasi. (9). Menjamin stuktur organisasi yang menggambarkan tanggungjawab yang jelas. (10). Mengembangkan komitmen untuk mencoba menghilangkan setiap penghalang, baik  bersifar oragnisasional maupun budaya.(11). Membangun tim kerja yang efektif.Mengembangkan mekanisme yanng cocok untuk melakukan monitoring dan evaluasi (Mulyasa, 2005:86).

C.      Konsep Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Perspektif Al-Qur’an

Al-Quran adalah kitab suci ummat Islam, di dalamnya banyak membahas tentang masalah kehidupan, salah satunya adalah tentang kepemimpinan. Didalam Al-Qur’an kepemimpinan diungkapkan dengan berabagai macam istilah antara lain khalifah, Imam, dan  Uli al-Amri, konsep-konsep ini akan dibahas sebagai berikut.

a.      Konsep Khalifah

Dalam Al-Qur’an kata yang berasal dari Kho, Lam, dan Fa ini ternyata disebut sebanyak 127 kali, dalam 12 kata kejadian. Maknanya berkisar diantara kata kerja menggantikan, meninggalkan, atau kata benda pengganti atau pewaris, tetapi ada juga yang artinya telah menyimpang” seperti berselisih, menyalahi janji, atau beraneka ragam (Raharjo, 2002:349). Sedangkan dari perkataan Khalf yang artinya suksesi, pergantian atau generasi penerus, wakil, pengganti, penguasa – yang terulang sebanyak 22 kali dalam Al-Qur’an hingga lahir kata Khilafah. Kata ini menurut keterangan Ensiklopedi Islam, adalah istilah yang muncul dalam sejarah pemerintahan Islam sebagai institusi politik Islam, yang bersinonim dengan kata Imamah yang berarti kepemimpinan (Ibid., hal.357) Adapun ayat-ayat yang menunjukkan istilah khalifah baik dalam bentuk mufrad maupun jamaknya, antara lain:


Artinya:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS Al-Baqarah (2) : 30)

Artinya:
Apakah kamu (Tidak percaya) dan heran bahwa datang  kepadamu peringatan dari Tuhanmu yang dibawa oleh seorang laki-laki di antaramu untuk memberi peringatan kepadamu? dan ingatlah oleh kamu sekalian di waktu Allah menjadikan kamu sebagai pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah lenyapnya kaum Nuh, dan Tuhan Telah melebihkan kekuatan tubuh dan perawakanmu (daripada kaum Nuh itu). Maka ingatlah nikmat-nikmat Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (Al-A’raf : 69)

 Artinya: Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Al-Anam : 165)

Artinya:
Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, Karena mereka melupakan hari perhitungan. (Al-Shad (38) : 26).

Artinya:
Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. barangsiapa yang kafir, Maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian mereka belaka (Al-Fatir (35) : 39).

Dari beberapa ayat tersebut di atas menjelaskan, bahwa konsep khalifah dimulai pada hakikaktnya sejak ada pada masa nabi Adam secara personil, yaitu memimpin dirinya sendiri, dan ini menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam Islam juga mencakup memimpin diri sendiri yakni mengarahkan dan membawa diri ke arah kebaikan. Disamping memimpin diri sendiri, konsep khalifah juga berlaku dalam memimpin umat hal ini dapat dilihat dari diangkatnya nabi Daud sebagai khalifah. Konsep khalifah di sini mempunyai syarat antara lain, tidak membuat kerusakan di muka bumi, memutuskan suatu perkara secara adil dan tidak menuruti hawa nafsunya. Allah memberi ancaman bagi khalifah yang tidak melaksanakan perintah Allah tersebut. Begitupun seorang kepala sekolah yang diberi amanah oleh Allah untuk menjadi pemimpin pendidikan, hendaknya sanggup menggali makna kepemimpinan Islam sehingga mampu memimpin dirinya, membawa didirnya untuk menjadi kepala sekolah yang amanah yang benar-benar punya misi membangun dan mencerdaskan anak-anak bangsa.
b.      Konsep Imam

Dalam Al-Qur’an kata imam terulang sebanyak 7 kali atau kata aimmah terulang 5 kali. Kata imam dalam Al-Qur’an mempunyai beberapa arti yaitu, nabi, pedoman, kitab/buku/ teks, jalan lurus, dan pemimpin (Al-Munawar, 2002:197) Adapun ayat-ayat yang menunjukkan istilah imam antara lain:


Artinya: Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (Kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa (Al-Furqan (25) : 74).

Artinya: Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji[87] Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku"[88]. Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim". [87]  ujian terhadap nabi Ibrahim a.s. diantaranya: membangun Ka'bah, membersihkan ka'bah dari kemusyrikan, mengorbankan anaknya Ismail, menghadapi raja Namrudz dan lain-lain. [88]  Allah Telah mengabulkan doa nabi Ibrahim a.s., Karena banyak di antara rasul-rasul itu adalah keturunan nabi Ibrahim a.s.


Artinya:
Kami Telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami dan Telah kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan Hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah, (Al-Anbiya’ (21) : 73)


Konsep imam dalam kepemimpinan yang dimaksud adalah sebagai pemimpin bagi orang yang bertaqwa, pemimpin bagi seluruh manusia, dalam kepemimpinan itu seorang pemimpin akan memberikan petunjuk kepada orang yang dipimpinnya, agar mereka mengerjakan kebaikan, selalu beribadah kepada Allah, mengerjakan shalat, membayar zakat, dan beriman kepada Allah. Begitulah yang di harapkan terhadap kepemimpinan kepala sekolah dalam memimpin di lembaganya, diharapkan kepala sekolah dapat mengendalikan para guru dan pegawai serta anak-anak didik untuk selalu melaksanakan tugas masing-masing dengan baik, kemudian dapat memberikan motivasi dan pengawasan kepada seluruh warga sekolah untuk dapat beribadah kepada Allah, menyertakan Allah dalam seluruh sikap dan tindak tanduknya, karena hanya kepada Allah segala sesuatu diserahkan, dan hanya Allah yang dapat menentukan berhasil atau tidak sebuah lembaga pendidikan dalam mencapai tujuannya.
c.       Uli al- Amri
Istilah Ulu al-Amri oleh ahli Al-Qur’an, Nazwar Syamsu, diterjemahkan sebagai functionaries, orang yang mengemban tugas, atau diserahi menjalankan fungsi tertentudalam suatu organisasi (Raharjo, 2002:466). Hal yang menarik memahami ulil al-Amri ini adalah keragaman pengertian yang terkandung dalam kata amr. Istilah yang mempunyai akar kata yang sama dengan amr yang berinduk kepada kata Alif, Mim dan Ro, dalm Al-Qur’an berulang sebanyak 257 kali. Sedangkan kata amr sendiri disebut sebanyak 176 kali dengan berbagai arti, menurut konteks ayatnya (Ibid). Kata amr bisa diterjemahkan dengan perintah (sebagai perintah Tuhan), urusan (manusia atau Tuhan), perkara, sesuatu, keputusan (oleh Tuhan atau manusia), kepastian (yang ditentukan oleh Tuhan), bahkan juga bisa diartikan sebagaia tugas, misi, kewajiban dan kepemimpinan (Ibid). Berbeda dengan ayat-ayat yang menunjukkan istilah amr, ayat-ayat yang yangmenunjukkan istilah uli-al-Amri dalam Al-Qur’an hanya disebut 2 kali, diantaranya sebagai berikut:

Artinya:Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (An Nisa (4) : 59).

Artinya: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri [322] di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil Amri) [323]. kalau tidaklah Karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu) (An Nisa(4) : 83). [322]  ialah: tokoh-tokoh sahabat dan para cendekiawan di antara mereka. [323]  menurut Mufassirin yang lain maksudnya ialah: kalau suatu berita tentang keamanan dan ketakutan itu disampaikan kepada Rasul dan ulil Amri, tentulah Rasul dan ulil amri yang ahli dapat menetapkan kesimpulan (istimbat) dari berita itu.
Adapun maksud dari dua ayat di atas jelas menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan Uli al-Amri adalah mereka yang mengurusi segala urusan umum, sehingga mereka termasuk orang-orang yang harus ditaati setelah taat terhadap perintah Allah dan taat kepada perintah Rasul. Apabila terjadi persilangan pendapat maka yang diutamakan adalah kembalilah kepada Allah dan Rasul- Nya.
Kepala sekolah adalah wakil yang mengemban tugas dari Allah untuk mengurusi manusia dalam dunia pendidikan, menyelesaikan suatu permasalahan pendidikan dalam beberapa keputusan dan kebijakan yang berorientasi dengan ajaran Tuhan Allah SWT, dengan demikian kepala sekolah akan mampu menjalankan tugas dan kewajibannya sebgai seorang pemimpin.
Konsep-konsep di atas baik khalifah, imam atau uli amri adalah konsep yang diajarkan oleh Allah yang terdapat dalam Al-Quran, konsep-konsep ini pada hakikatnya berlaku umum untuk semua jenis dan bentuk organisasi. Konsep tersebut sangat baik sekali diterapkan dalam setiap organisasi, karena konsep-konsep itu sudah teruji kebenarannya yang telah diterapkan dalam kepemimpinan Rasulullah, kekhalifahan para sahabat, sampai masa pemerintahan Umayyah dan Abbasiyah. Pada masa-masa yang lalu itu berbagai sejarah telah mengungkapkan betapa hasil kepemimpinan telah mensejahterahkan rakyat.

D.      Prinsip-prinsip kepemimpinan dalam perspektif al-Qur’an

Dalam Al-Qur’an juga menyebutkan prinsip-prinsip kepemimpinan antara lain, amanah, adil, syura (musyawarah), dan Amar Ma’ruuf Nahi Munkar.
  1. Prinsip Amanah
Dalam Kamus Kontemporer (al-Ashr) Amanah diartikan dengan kejujuran, kepercayaan (hal dapat dipercaya) (Ali, 215). Amanah ini merupakan salah satu sifat wajib bagi Rasul. Ada sebuah ungkapan “kekuasan adalah amanah, karena itu harus dilaksanakan dengan penuh amanah”. Ungkapan ini menurut Said Agil Husin Al-Munawwar, menyiratkan dua hal. Pertama, apabila manusia berkuasa di muka bumi, menjadi khalifah, maka kekuasaan yang diperoleh sebagai suatu pendelegasian kewenangan dari Allah SWT., (Delegation of authority) karena Allah sebagai sumber segala kekuasaan. Dengan demikian, kekuasaan yang dimiliki hanyalah sekedar amanah dari Allah yang bersifat relative, yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Kedua, karena kekuasaan itu pada dasarnya amanah, maka pelaksanaannya juga memerlukan amanah. Amanah dalam hal ini adalah sikap penuh pertanggungjawaban, jujur dan memegang teguh prinsip. Amanah dalam arti ini sebagai prinsip atau nilai (Al-Munawar, Op.Cit., hlm: 200). Mengenai Amanah ini Allah berfirman:

Artinya:
Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat[1233] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (Al-Ahzab (33) : 72). [1233]  yang dimaksud dengan amanat di sini ialah tugas-tugas keagamaan.

Menurut Buya Hamka, ayat tersebut bermaksud menggambarkan secara majaz atau dengan ungkapan, betapa berat amanah itu, sehingga gunung-gunung, bumi dan langit pun tidak  bersedia memikulnya. Dalam tafsir ini dikatakan bahwa hanya manusia yang mampu mengemban amanah, karena manusia diberi kemampuan itu oleh Allah, walaupun mereka ternyata kemudian berbuat dzalim, terhadap dirinya sendiri, maupun orang lain serta bertindak bodoh, dengan mengkhianati amanah itu (Raharjo, Op. Cit., hlm: 195).

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat (An Nisa’ (4) : 58).

Dua ayat di atas jelas menunjukkan perintah Allah mengenai harus dilaksanakannyasebuah amanah. Manusia dalam melaksanakan amanah yang dikaitkan dengan tugas kepemimpinannya memerlukan dukungan dari ilmu pengetahuan dan hidayah dari Allah SWT. Hal ini dapat dilihat firman Allah “Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu”, pengajarannya bisa lewat hidayah yang merupakan anugrah dari Allah, juga bisa melalui ilmu pengetahuan.

Dalam Al-Qur’an istilah Amanah juga diungkapkan dengan kata Risalah.

Artinya: Maka Shaleh meninggalkan mereka seraya berkata: "Hai kaumku Sesungguhnya Aku Telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan Aku Telah memberi nasehat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasehat". (Al-Araf (7) : 79).

  1. Prinsip Adil
Kata Adil ini merupakan serapan dari bahsa Arab ‘adl. Dalam Al-Qur’an istilah adil menggunakan tiga term yaitu ‘adl, qisth dan haqq. Dari akar kata ‘Ain, Dal dan Lam  sebagai kata benda, kata ini disebut sebanyak 14 kali dalam Al-Qur’an. Sedangkan kata qisth berasal dari akar kata Qof, Sin dan Tho, diulang sebanyak 15 kali sebagai kata benda (Ibid, hal.369). Sedangkan kata haqq dalam Al-Qur’an disebut sebanyak 251 kali (Program Holy Qur’an). Adapun ayat-ayat yang berbicara mengenai keadilan antara lain:

Artinya: Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu[533] di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana dia Telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)". Al Araf (7) : 29).[533]  Maksudnya: tumpahkanlah perhatianmu kepada sembahyang itu dan pusatkanlah perhatianmu semata-mata kepada Allah.
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menyuruh orang menjalankan keadailan. Secara konkret, yang disebut keadilan (qisth) itu adalah: (a) mengkonsentrasikan perhatian dalam shalat kepada Allah dan (b) mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya (Raharjo, Op. Cit., hlm: 370). Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan kepada aspek kepemimpinan, yaitu seorang pemimpin harus benar-benar ikhlas dalam menjalankan tugasnya dan juga orientasinya semata-mata karena Allah. Kedua prinsip di atas yaitu prinsip amanah dan ‘adil harus ada dalam jiwa dan sikap seorang pemimpin. Begitu juga seorang kepala sekolah. Sehingga ketika dua hal tersebut sudah tertanam dalam jiwa kepemimpinannya maka akan melahirkan hasil kepemimpinan yang profesional dan bijaksana, serta melahirkan keputusan-keputusan yang membawa kemaslahatan bagi warga sekolah yang dipimpinnya. Pada ayat berikut ini Allah berfirman mengajarkan tentang kepala sekolah yang amanah.

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.

Ayat di atas juga telah disinggung pada pembahasan amanah, karena ayat tersebut telah mengajarkan kepada manusia tentang dasar-dasar pemerintahan dan kepemimpianan yang baik dan benar yaitu menjalankan amanah dan menetapkan suatu hukum dengan adil. Seorang kepala sekolah diminta untuk membuat kebijakan-kebijakan baik yang menyangkut administrasi maupun profesional (pekerjaan) dengan bijaksana dan seadil-adilnya.
Artinya: Dan Sesungguhnya Telah kami utus beberapa orang Rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak kami ceritakan kepadamu. tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; Maka apabila Telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. dan ketika itu Rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil. (Al Mukmin (40) : 78).
Ayat ini juga berisi tentang perintah berbuat adil, yang di dalmnya digambarkan tentang keadilan yang dijalnkan oleh utusan Allah yang juga berfungsi sebagai pemimpin bagi umatnya.
  1. Prinsip Musyawarah
Musyawarah, apabila diambil dari kata kerja syawara-yusyawiru, atau syura, yang berasal dari kata syawara-yasyuru, adalah kata-kata yang terdapat dalam Al-Qur’an. Yang pertama merujuk pada ayat 159 surah Al-Imran, sedangkan istilah syura merujuk kepada Al-Qur’an surah Asy-Syura ayat 38 (Ibid.441-442). Selain dua istilah di atas ada  juga kata yang maknanya menunjukkan musyawarah yaitu kata i’tamir dalam surat ath-Thalaq ayat 6. Adapun ayat-ayat tersebut di atas yaitu:
Artinya:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Ali-Imran (5) : 159). [246]  Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.

Dari kata wa syawir hum yang terdapat pada ayat ini mengandung konotasi saling atau berinteraksi, antara yang di atas dan yang di bawah (Ibid., : 443). Dari pemahaman tersebut dapat ditarik kesimpulan behwa pemimpin yang baik adalah yang mengakomodir pendapat bawahannya dalam bentuk musyawarah untuk mencapai kesepakatan bersama, artinya kepala sekolah tidak boleh memaksakan kehendaknya secara otoriter, melainkan ia seharusnya senantiasa mengutamakan musyawarah dalam mencapai kesepakatan bersama.
.
Artinya:
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. (As Syura (42) : 38).

Jika pada ayat sebelumya menunjukkan adanya interaksi, maka pada ayat ini yakni istilah syura terkandung konotasi “berasal dari pihak tertentu”. Dari sini juga dapat ditarik  pemahaman bahwa tidak selamanya pemimpin harus mendengarkan bawahannya, artinya pemimpin harus bisa memilih situasi dan kondisi kapan dia harus mendengarkan bawahannya dan kapan pula dia harus memutuskan secara mandiri. Jadi pemimpin yang baik adalah pemimpin yang situasional.

Artinya:
Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (At Thalaq (65) : 6).
Ayat ini menceritakan bagaimana seharusnya sikap dan sifat kepamimpinan suami dalam rumah tangga, seorang suami diajarkan agar selalu menempatkan isterinya pada tempat yang terhormat dihatinya dalam perasaan, dan menjadikan isterinya sebagai teman musyawarah atas segala sesuatu yang dihadapi dalam rumah tangga. Suami yang bertindak sebagai pemimpin rumah tangga, maka dari itu baik buruk sifat dan tingkah laku isteri adalah tanggung jawab seorang suami.
Begitupun seorang kepala sekolah dalam menjalankan proses kepemimpinannya, agar memiliki sifat kekeluargaan yang mendalam, ia harus menganggap lingkungan sekolah adalah lingkungan keluarganya sendiri, dengan demikian kepemimpinan yang akan timbul adalah kasih sayang diantara warga sekolah, dengan sifat kasih sayang dan kerja sama itu, maka tujuan pendidikan akan muda untuk dicapai.
  1. Prinsip Amar Ma’ruf Nahy Munkar
Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia, ada juga entry “amar makruf Nahi Munkar” yangdiartikan sebagai “suruuhan untuk berbuat baik serta mencegah dari perbuatan jahat.”Istilah itu diperlakukan dal satu kesatuan istilah, dan satu kesatuan arti pula, seolah-olahkeduanya tidak dapat dipisahkan (Raharjo, 2002:619). Istilah amr ma’ruf nahy munkar seperti Ya’muruna bi al-ma’ruf wayanhawna ‘an al-munkar ternyata secara berulang disebut secara utuh, artinya tidak dipisahkan antara amr ma’ruf dan nahy munkar. Istilah tersebut berulang sebanyak 9 kali, sekalipun hanya dalam 5 surah (Raharjo, 2002:624). Adapun ayat-ayat tersebut antara lain:

Artinya:
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung. (Ali Imran (3) : 104). [217]  Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

Artinya:
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Attaubah (9) : 71)

Artinya: (yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Al Hajj (22) : 41).

Ketiga ayat di atas menunjukkan perintah amr ma’ruf dan nahy munkar. Dalam Al-Qur’an dan Terjemahnya yang disusun oleh Hasbi Ashshiddiqi dan kawan-kawan. Ma'ruf diartikan sebagai segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya (Ashshiddiqi, tt, 93). Dengan demikian dapat dipahami bahwa prinsip kepemimpinan amr ma’ruf dan nahy munkar ini sangat ditekankan oleh Allah SWT., karena dari prinsip inilah akan melahirkan hal-hal yang akan membawa kebaikan dalam proses kepemimpinan seseorang.

E.       Sifat-sifat Pemimpin dalam Perspektif Al-Qur’an
Setelah membahas prinsip-prinsip kepemimpinan dalam Al-Qur’an secara global, maka selanjutnya akan dibahas secara lebih rinci sifat dan tugas pemimpin. Agar mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan sukses, seorang pemimpin harus memiliki beberapa sifat, diantaranya adalah:
  1. Islam
Islam di sini tentu saja bukan sekedar Islam identitas, namum Muslim yang benar-benar memahami dan menjalankan ajaran agamanya. Allah melarang hamba-Nya untuk menjadikan orang kafir sebagai pemimpin. Sebagaimana firman Allah SWT :
žArtinya:
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali[192] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali Karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan Hanya kepada Allah kembali (mu). (Ali Imran (3) : 28). [192]  Wali jamaknya auliyaa: berarti teman yang akrab, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong.
  1. Ketaqwaan
Dengan ketaqwaan ini akan menjauhkan diri dari perbuatan yang melanggar perintahnya (Shihab, 1999:383). Sebagaimana Allah SWT berfirman:
Artinya:
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi[122], barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[123], berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa[124] dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal. (Al Baqarah (2) : 197). [122]  ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah. [123]  Rafats artinya mengeluarkan perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh. [124]  maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.
  1. Berilmu Pengetahuan
Seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk mengendalikan perusahaannya. Semakin besar kemampuan dan pengetahuannya terhadap urusan perusahaan, pengaruhnya akan semakin kuat. Allah SWT telah memberikan perumpamaan di dalam AlQuran sebagai berikut:

Artinya:
Maha Suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, (Al Mulk (67) : 1).
Ayat ini memberikan perumpamaan kepada seorang pemimpin bahwa seorang pemimpin harus memiliki ilmu pengetahuan tentang apa yang dipimpinnya, dengan demikian dia akan memimpin dengan benar, dan dalam kepemimpinan itu seorang yang berilmu akan sadar behwa segala sesuatu itu adalah amanah dan titipan Allah karena Allah yang memiliki segala kekuasaan dan kerajaan, karena Allahlah yang maha mengetahui segala sesuatu.
  1. Mempunyai keistimewaan lebih dibanding dengan orang lain.
Hal ini dijelaskan dalam kisah pengangkatan raja Thalut seperti digambarkan di dalam Al-Quran sebagai berikut:

Artinya:
Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah Telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah Telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.

  1. Memahami kebiasaan dan bahasa orang yang menjadi tanggung jawabnya.
Artinya:
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya[779], supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan[780] siapa yang dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. [779]  Al Quran diturunkan dalam bahasa Arab itu, bukanlah berarti bahwa Al Qu'an untuk bangsa Arab saja tetapi untuk seluruh manusia. [780]  disesatkan Allah berarti: bahwa orang itu sesat berhubung keingkarannya dan tidak mau memahami petunjuk-petunjuk Allah. dalam ayat ini, Karena mereka itu ingkar dan tidak mau memahami apa sebabnya Allah menjadikan nyamuk sebagai perumpamaan, Maka mereka itu menjadi sesat. (Ibrahim : 4)
Ayat ini mengajar kan kepada seorang pemimpin bahwa faktor bahasa ummat yang dipimpin sangat perlu dikuasai oleh seorang pemimpin, agar dengan muda menyampaikan apa yang dikehendaki dalam kepemimpinanya.
  1. Mempunyai karisma dan wibawa dihadapan manusia sebagaimana perkataan kaum Nabi Syu’aib a.s
Artinya:
Mereka berkata: "Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan Sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara Kami; kalau tidaklah Karena keluargamu tentulah kami Telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami." (Huud (11) : 91).
  1. Konsekuen dengan kebenaran dan tidak mengikuti hawa nafsu.
Demikianlah yang diperintahkan Allah kepada Nabi Daud ‘Alaihissalam ketika dia diangkat menjadi khalifah di muka bumi,
Artinya:
Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, Karena mereka melupakan hari perhitungan. (Al Shad (38) : 26).
h.      Bermuamalah dengan (lembut dan kasih sayang)
Kasih sayang adalah salah satu sifat Rasulullah saw. Sebagaimana firman Allah berikutini

Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. [246]  Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.

  1. Menyukai suasana saling memaafkan
Suasana saling maaf memaafkan antara pemimpin dan pengikutnya, serta membantu mereka agar segara terlepas dari kesalahan. Allah memerintah Rasulullah saw seperti di dalam Al-Quran dijelasakan sebagai berikut:
Artinya:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. [246]  Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.

  1. Bermusyawarah dengan para pengikutnya serta mintalah pendapat dan pengalaman mereka, seperti firman Allah berikut ini:
Artinya:
Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu ( Ali Imran (3) : 159).

  1. Menertibkan semua urusan dan memebulatkan tekad untuk kemudian bertawakal (menyerahkan urusan) kepada Allah. Firman Allah,
Artinya:
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Ali Imran (3) : 159).
  1. Muroqobah
Membangun kesadaran akan adanya muraqabah (pengawasan dari Allah) hingga terbina sikap ikhlas di manapun, walaupun tidak ada yang mengawasinya kecuali Allah.Allah berfirman:
Artinya:
(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang. (Al Hajj (22) : 41).

  1. Memberikan Takaful Ijtima’
Memberikan takafuul ijtima’ santunan sosial kepada para anggota, sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial yang menimbulkan rasa dengki dan perbedaan strata soSial yang merusak.
Artinya:
(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.

  1. Mempuyai pengaruh
Mempunyai power ‘pengaruh’ yang dapat memerintah dan mencegah karena seorang pemimpin harus melakukan control ‘pengawasan’ atas pekerjaan anggota, meluruskankekeliruan, serta mengajak mereka untuk berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran.

Artinya:(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. Al Hajj (41).

Tidak membuat kerusakan di muka bumi, serta tidak merusak ladang, keturunan dan lingkungan
Artinya:
Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang Suci dan mereka kekal di dalamnya[32]. [32]  kenikmatan di syurga itu adalah kenikmatan yang serba lengkap, baik jasmani maupun rohani.

  1. Menerima saran dan tidak sombong.
Mau mendengarkan nasihat dan tidak sombong karena nasihat dari orang yang ikhlas jarang sekali kita peroleh. Oleh karena itu Allah telah mengancam orang yang sombongdengan berfirman
Artinya:
Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka jahannam. dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya. Al Baqarah (2) :206). (Taufiq, 2004:37)

Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa antara konsep kepemimpinan secara umum dan konsep kepemimpinan dalam Al-Qur’an ada perbedaaanya. Hal ini dapat dilihat dari pengertian kepemimpinan secara umum yang merupakan suatu hubungan proses mempengaruhi yang terjadi dalam suatu komunitas yang diarahkan untuk tercapainya tujuan bersama. Sedangkan konsep kepemimpinan dalam Al-Qur’an yaitu khalifah, Imam, dan Uli al-Amri dengan segala syarat-syaratnya dinilai lebih komprehensif dalam memaknai sebuah kepemimpinan, yang akhirnya akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang handal dan dapat membawa kemaslahatan bagi kehidupan manusia. Selain itu, kedua konsep tersebut dalam mengemukakan sifat-sifat pemimpin yang ideal, sama-sama menyentuh sisi materialisme dan sisi idealisme. Misalnya dalam konsep kepemimpinan umum, sifat pemimpin antara lain, mempunyai energi jasmaniah dan mental, mempunyai kesadaran akan tujuan dan arah, mempunyai antusiame dan lain sebagainya. Sedangkan konsep pemimpin dalm Al-Qur’an antara lain memiliki sifat-sifat yaitu, Islam, bertaqwa, memahami situasi dan kondisi masyarakatnya, mempunyaikarisma dan wibawa dihadapan manusia, konsekuen dengan kebenaran, ikhlas, dan bertingkah laku yang baik.
Dari dua konsep tentang pemimpin ideal di atas, dapat dilihat bahwa, walaupun kedua konsep tersebut sama-sama menyentuh sisi materialisme dan sisi idealisme, namun konsep yang ditawarkan oleh Al-Qur’an lebih ditekankan pada aspek idealisme. Karena aspek idealisme merupakan kunci dari semua tingkah laku yang ada. Misalnya ikhlas, dari orang yang ikhlas tidak akan pernah ada penyelewengan karena orang yang ikhlas hanya berniat mencari ridla Allah semata. Lain halnya dengan konsep kepemimpinan umum, dalam konsep ini aspek materialisme lebih dikedepankan. Misalnya mempunyai energi jasmaniah dan mental serta mempunyai kesadaran akan tujuan dan arah. Sifat ini sangat jelas orientasinya lebih pada materialisme. Akhirnya dapat disimpulkan bahwa konsep kepemimpinan dalam Al-Qur’an lebih komprehensif jika dibandingkan dengan konsep kepemimpinan secara umum. Karena Al-Qur’an merupakan firman Allah yang tidak memiliki kekurangan. Disamping itu, Allah adalah pencipta manusia yang lebih tahu terhadap hal-hal yang dibutuhkan oleh manusia.


Kesimpulan

Kepala sekolah adalah seorang pemimpin, dalam kepemimpinannya apa saja yang menjadi kebijakan dan keputusan untuk dilaksanakan pada lembaga yang dipimpinnya, akan mempengaruhi nilai-nilai kepribadian warga sekolah, oleh karena itu diharapkan sistem kepemimpinan kepala sekolah hendaknya berlandaskan pada konsep-konsep kepemimpinan perspektif Al-Quran yang telah dijelaskan di atas, agar pengaruh yang ditimbulkan dari hasil kepemimpinan kepala sekolah  tersebut, dapat berwujud Islami dan Relegius. Kepemimpinan yang bernuansa Islami akan membawa masyarakat sekolah menjadi tenteram dan kondusip, dengan demikian kepala sekolah bersama warga sekolah dapat mencapai tujuan pendidikan sesuai yang diharapkan bersama.
Kepala sekolah dituntut senantiasa meningkatkan efektifitas kerjanya. Melihat penting dan strategisnya posisi kepala sekolah dalam mewujudkan tujuan sekolah, maka seharusnya kepala sekolah harus mempunyai nilai kemampuan relation yang baik dengan segenap warga disekolah, sehingga tujuan sekolah dan tujuan pendidikan berhasil dengan optimal. Ibarat nahkoda yang menjalankan sebuah kapal mengarungi samudra, kepala sekolah mengatur segala sesuatu yang ada di sekolah. Dalam al-Quran telah terdapat nilai-nilai agung tentang arti pentingnya kepemimpinan. Di samping itu, konsep-konsep bagaimana seharusnya seorang pemimpin berbuat, telah terdapat dalam banyak penulis jelaskan dalam makalah ini. Akhirnya penulis hanya berharap semoga makalah ini dapat menjadi pencerahan baru bagi para kepala sekolah dan calon-calon manajer lembaga pendidikan di masa yang akan datang.


Daftar Pustaka


Al-Munawar, Said Agil Husin. 2002. Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki. Jakarta: Ciputat Press

Ali, Atabik & Ahmad Zuhdi Mudlor. Tt. Kamus Kontemporer Arab Indonesia. Yogyakarta: YayasanAli Maksum

Ashshiddiqy, Hasbi et.al. tt. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama RI,

Daryanto, M. 1998. Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

DeRoche, E.F. 1987. An Administrator’s Guide for Evaluating Programs and Personnels An Effective School Approach. London: Allyn and Bacon.

George R. Terry, 1999. Principles of Management terj. G.A. Ticoalu, Dasar-Dasar Manejmen. Cet. 6; Jakarta

Gary Yukl, 1994. Kepemimpinan Dalam Organisasi, terj. Jusuf Udaya, Jakarta:
Prenhallindo

Kencana, Inu. 1992.  Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: Eresco
Kartono, Kartini, 1998, Pemimpin Dan Kepemimpinan; Apakah Pemimpin Abnormal itu. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada

Mulyasa, E. 2005. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Dalam konteks Mensukseskan MBS dan KBK. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Mulyasa, E. 2006. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

Raharjo, M. Dawam, 2002. Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci. Jakarta: Paramadina

Rohiat. 2008. Kecerdasan Emosional Kepemimpinan Kepala Sekolah. Bandung:
Refika Aditama.

Sergiovanni, T.J., Burlingame, M., Coombs, F.S. and Thurston, P.W. 1987b.  Educational Governance and Administration. 2 nd . Ed. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall, Inc.
Shihab, M. Quraish. 1999. Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, Mizan, Bandung, , Cet. XV

Sudarwan. 2003. Menjadi Komunitas Pembelajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Suderadjat,  Hari. 2004. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Bandung: Cipta Cekas Grafika

Sujak, Abi, 1990. Kepemimpinan Manejer Eksistensinya dalam Perilaku Organisasi Jakarta: CV Rajawali.

Taufiq, Ali Muhammad, 2004. Praktik Manajemen Berbasis Al-Qur’an, terj. Abdul Hayyieal-Kattani & Sabaruddin. Jakarta: Gema Insani Press

Purwanto, Ngalim. 2003. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung, Remaja Rosdakarya.
Wohjosumidjo. 2002. Kepimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: Raja Grafindo Persada: cetakanke3


 









Tidak ada komentar:

Posting Komentar